Sejarah Tante Dolly! Mucikari Yang Memiliki 9.000 Penjaja Cinta,
Sejarah Tante Dolly! Mucikari Yang Memiliki 9.000 Penjaja Cinta,
Nama Tante Dolly memang populer sebagai nama gang suatu lokalisasi di Surabaya, Jawa Timur. Legenda Tante Dolly dikenal sebab perannya sebagai pencetus komplek lokalisasi di Jalan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya.
Dalam sejumlah kisah, tutur masyarakat Surabaya, awal pendiriannya, tante Dolly hanya menyediakan sejumlah gadis guna menjadi pekerja seks komersial. Melayani dan memuaskan syahwat semua tentara Belanda. Seiring berjalannya waktu, ternyata pelayanan semua gadis asuhan tante Dolly tersebut dapat menarik perhatian semua tentara untuk datang kembali.
Dalam perkembangannya, gang Dolly semakin dikenal masyarakat luas. Tidak hanya prajurit Belanda saja yang berkunjung, tetapi warga asli dan pedagang yang berniaga di Surabaya pun ikut merasakan layanan PSK. Sehingga situasi tersebut dominan kepada kuantitas pengunjung dan jumlah PSK. Dolly pun menjelma menjadi kekuatan dan sandaran hidup untuk penduduk di sana. Terdapat lebih dari 800 wisma esek-esek, kafe dangdut dan panti pijat plus yang berjejer rapi. Setidaknya tiap malam selama 9.000 lebih penjual cinta, pelacur di bawah umur, germo, hingga berpengalaman pijat yang siap menawarkan layanan kesenangan kepada semua pengunjung
Tidak hanya itu, Dolly pun menjadi andalan hidup untuk ribuan saudagar kaki lima, tukang parkir, dan calo prostitusi. Semua saling berkait menjalin suatu simbiosis mutualisme. Kisah lain mengenai Dolly pun pernah ditulis Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar dalam kitab berjudul "Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran Dolly" yang diterbitkan Grafiti Pers, April 1982. Dalam buku itu dijelaskan, dulu area Dolly adalah makam Tionghoa, mencakup wilayah Girilaya, berbatasan dengan makam Islam di Putat Gede. Baru selama tahun 1966 wilayah itu diserbu pendatang dari sekian banyak daerah. Setahun kemudian, 1967, hadir seorang pelacur wanita mempunyai nama Dolly Khavit di area makam Tionghua tersebut. Dia lantas menikah dengan pelaut Belanda, pendiri lokasi tinggal pelacuran kesatu di jalan yang sekarang mempunyai nama Kupang Gunung Timur I. Wisma miliknya antara lain mempunyai nama T, Sul, NM, dan MR. Tiga salah satu empat wisma tersebut disewakan pada orang lain.
Demikian asal muasal nama Dolly. Dolly semakin berkembang pada era tahun 1968 dan 1969. Wisma-wisma yang didirikan di sana semakin banyak. Adapun persebarannya dimulai dari segi jalan sebelah barat, kemudian meluas ke timur sampai mencapai beberapa Jalan Jarak. Namun Gang Dolly sekarang sudah diblokir melalui kepandaian pemerintah kota setempat pada 19 Juni lalu.
Nama Tante Dolly memang populer sebagai nama gang suatu lokalisasi di Surabaya, Jawa Timur. Legenda Tante Dolly dikenal sebab perannya sebagai pencetus komplek lokalisasi di Jalan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya.
Dalam sejumlah kisah, tutur masyarakat Surabaya, awal pendiriannya, tante Dolly hanya menyediakan sejumlah gadis guna menjadi pekerja seks komersial. Melayani dan memuaskan syahwat semua tentara Belanda. Seiring berjalannya waktu, ternyata pelayanan semua gadis asuhan tante Dolly tersebut dapat menarik perhatian semua tentara untuk datang kembali.
Dalam perkembangannya, gang Dolly semakin dikenal masyarakat luas. Tidak hanya prajurit Belanda saja yang berkunjung, tetapi warga asli dan pedagang yang berniaga di Surabaya pun ikut merasakan layanan PSK. Sehingga situasi tersebut dominan kepada kuantitas pengunjung dan jumlah PSK. Dolly pun menjelma menjadi kekuatan dan sandaran hidup untuk penduduk di sana. Terdapat lebih dari 800 wisma esek-esek, kafe dangdut dan panti pijat plus yang berjejer rapi. Setidaknya tiap malam selama 9.000 lebih penjual cinta, pelacur di bawah umur, germo, hingga berpengalaman pijat yang siap menawarkan layanan kesenangan kepada semua pengunjung
Tidak hanya itu, Dolly pun menjadi andalan hidup untuk ribuan saudagar kaki lima, tukang parkir, dan calo prostitusi. Semua saling berkait menjalin suatu simbiosis mutualisme. Kisah lain mengenai Dolly pun pernah ditulis Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar dalam kitab berjudul "Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran Dolly" yang diterbitkan Grafiti Pers, April 1982. Dalam buku itu dijelaskan, dulu area Dolly adalah makam Tionghoa, mencakup wilayah Girilaya, berbatasan dengan makam Islam di Putat Gede. Baru selama tahun 1966 wilayah itu diserbu pendatang dari sekian banyak daerah. Setahun kemudian, 1967, hadir seorang pelacur wanita mempunyai nama Dolly Khavit di area makam Tionghua tersebut. Dia lantas menikah dengan pelaut Belanda, pendiri lokasi tinggal pelacuran kesatu di jalan yang sekarang mempunyai nama Kupang Gunung Timur I. Wisma miliknya antara lain mempunyai nama T, Sul, NM, dan MR. Tiga salah satu empat wisma tersebut disewakan pada orang lain.
Demikian asal muasal nama Dolly. Dolly semakin berkembang pada era tahun 1968 dan 1969. Wisma-wisma yang didirikan di sana semakin banyak. Adapun persebarannya dimulai dari segi jalan sebelah barat, kemudian meluas ke timur sampai mencapai beberapa Jalan Jarak. Namun Gang Dolly sekarang sudah diblokir melalui kepandaian pemerintah kota setempat pada 19 Juni lalu.
Comments
Post a Comment