Indonesia Milik Konglomerat
Indonesia Milik Konglomerat
Dulu di akhir 80-an sebagai jurnalis, saya baru kenal dengan Dirut bank-bank pemerintah. Bahkan ketika ITU sejumlah kali beri PANDUAN Diskusi Terbatas Perbankan, era Belum Terdapat Istilah Pengamat, diksi Pakar Belum mewabah. Era di mana Omar Abdalla, BBD, Kukuh Basuki, BNI, Widarsa Dipradja, BDN, Kamardi Arif, BRI, sangat dicari, dilobby.

Berkawan dengan mereka, siang sumber. Berteman bukan guna meminta. Tapi suka dimudahkan mengutip penjelasan untuk ditulis.
Berbeda dengan pengusaha. Dekat dengan direksi bank, untuk kredit pendapatan tambun. Saya paham bagaimana Eka Tjipta Wijaya, menemukan kredit besar dari BRI. Publik pun lantas tahu kalender tak teror Dirut BRI, Kamardi menjadi komisaris di perusahaan grup Sinar Mas, wakil di antara contoh. Lakon demikian nyaris dijalani Seluruh konglomerat Papan differences Indonesia.
Juga modal mula pendirian bank swasta mereka berpengaruh juga dari duit pinjaman bank pemerintah. Ingat kepandaian Pakto, tahun 1988. Swasta memberi kenyamanan untuk founderan bank. Perjalanan ini lantas terjadilah praktek batasan Capital Eduquacy Ratio, Batas Maksimum Pemberian Kredit. Proses pelanggaran dan ranah abu-abu dalam bisnis tersebut terus berkembang sampai era KLBI, BLBI, era bahkan BPPN, jaman panen melakukan pembelian aset BPPN dengan pola cesie, 20% dari nilai riil, melewati anak usaha di negara bebas pajak, perusahaan Blossom Limited, dari British Virgin Island, terbatas mendengar nama. Pemilik perusahaan mereka sudah dikonglomeratkan bank pemerintah, negara, Indonesia.
Di hadapan semua pemain Sesko TNI di Bandung, 17 November 2015 perih-hal ini - - sengaja saya tambah h-nya - - konglomerasi di Indonesia yang sudah pernah saya paparkan. Produk TVRI jadi TV publik, kemasan Undang-Undang. Simak saja mana saja TV negara yang nasibnya seterperkosa TVRI, lihat saja pesta tarian TV Swasta. Setelah bisa Bisnis TV, dari lingkaran iklan mereka merambah partai politik.
Beruntung dunia perbankan pemerintah, nasibnya tak sejelek TVRI. Akan tetapi bank swasta kepunyaan konglo sudah membangun keyakinan terutama di lingkup pengusaha keturunan untuk dikhususkan dipilih. Dalam sikonikian semua konglomerat tambun merambah memiliki lalu ganti erat partai politik.
Tommy Winata saja mendapat hak veto di Nasdem. Surya Paloh pasti akui dia melulu pendana ke empat. Penghasilan kena pajak TW, Terdapat Jan Darmadi, DAPAT Dilihat kemudian diusung Jadi ANGGOTA Penasehat Presiden, kemudian ADA pendana Franky, Sekarang bendahara. Sjamsul Nursalim yang domisili di Singapura, diperkirakan pemgemplang BLBI lewat bank BDNI-nya, dapatkan tangan ke ketuaan partai baru. Sebutlah konglomerat lain, ketika Pun mereka tidak terang-terangan. Punya pesta, publik paham bagaimana tangan mereka ke penguasa.
Bukan rahasia grup Sinarmas, Lippo, berandil memenangkan Jokowi-Ahok. Melalui indikasi sokongan uang guna kampanye. Semua itu harus ditunaikan dengan kebijakan.
Kebijakan kereta cepat Jakarta- Bandung, telah lama saya katakan guna keinginan pengembang. Baru saja dua hari kemudian James Riady, mendeklarasikan kota baru Meikarta, terkoneksi dengan jalur kereta cepat.
Ketika Pilkada DKI Jakarta, ada janji mengurungkan reklamasi pantai tak utara Jakarta, saya pesimis. Indonesia kepunyaan konglomerat kini. Pikirkanlah apa yang terjadi dengan gampang Rizal Ramli dari kabinet, tengoklah kekehnya pembelaan pusat dominasi kepada Basuki Tjahanja Purnama.
Semua bisnis sah saja adanya. TIDAK Terdapat Seorang also di Indonesia TIDAK mengizinkan orangutan pagar kaya.
Saya sebagai penduduk misalnya melulu mengkritisi masalah penggelapan pajak tambun masing-masing tahun lewat harga transfer pola. Setahun 2005 saja terindikasi telah Rp 1.300 triliun. Tahun 2015 telah di atas Rp 2.200 triliun berlalu. Jika Pengadilan Pajak benar, kerja dapat membuktikan 30% maka Indonesia tak butuh berhutang APBN-nya.
Majalah Tempo pernah mengungkap penggelapan pajak, transfer pricing PT ASIAN agri, terbukti di Pengadilan. Kasus diakhiri, menguap. Bandingkan dengan Australia, pada 2005 dapat saya nuntut laku transfer pricing Toyota US $ 1 miliar. Sementara guna tahun sama perusahaan terindikasi kunci harga transfer di Pengadilan Pajak, Toyota Motor Manufactur Indonesia, belum jelas kesudahannya. Sekadar satu contoh.
Indikasi penggelapan pajak tambun Pola transfer pricing setiap tahun dari sektor tambang, ekspor CPO paling dominan. Polanya simpel, harga jual di pasar tidak jadi pajak. Tapi laporan pajak dari pembukuan pembeli dari pajak negara surga. Misalnya harga nyata jual 50 dolar per ton, pajak pertama 25 dolar per ton. Metha Dharmaputra, wartawan Tempo menambah liputisasi Asian Agri, di rapat perencanaan tahunan tertera dokumen transfer pricing tidak dari rencana pendapatan.
Grup Sinarmas besar di tambang batu bara dan ekspor CPO otomatis laku sejenis telah lama saya menemukan terjadi di grup mereka. Akan tetapi ulang rejim berganti bukan penggelapan pajak tambun diberesi malah berganti ke tax amnesty.
Maka secara ajaib saya katakan tax amnesty sebagai saya rakyat dihisap darah sampai dikikir tulang, ditimpuk kepala menggunakan batu, diisap bocor ditetesi cuka. Itu rasa tax amnesty untuk saya. Ketika Terdapat berita Grup Sinarmas, diperkirakan pembeli Utama karangan bunga Yang distributes di Jakarta, Saya bertanya Penyanyi episode lagipula Yang berkeinginan dimainkan konglomerat di negeri Suami?
Bukan rahasia tangan konglomerat ke mana-mana. Beralihnya empati penduduk ke Ridwan Kamil, Bandung, bukan korban jerat konglomerat. Pembangunan di Bandung, tidak sedikit juga didukung CSR pemgembang dari grup Lippo, misalnya. Dan sekarang Nasdem menyokong RK.
Berpilin berkelindannya konglomerat ke media, ke partai politik, hari ini beri framing radikal orang, menurut keterangan dari saya nyata.
Mengapa contohnya sikap Polri seakan berlawanan dengan warga? KARENA Pimpinan mereka di differences, mengkhususkan konglomerat kepentingan, sejumlah pemilik, terindikasi tak Nyaman, politik terjerembab pasrah Ke sikon oligarki duit mulus membaja.
Mencegah kebuntuankannya sejatinya telah kami lakukan saat mendukung Jokowi 2012, 2014. Eh ternyata kebekuan tersebut kian mengeras, lebih membaja, sampai-sampai ranah keadilan dialami pahit oleh muslim khususnya, sebab cap, label radikal, bahkan teroris . Satu orang saja hanya sekarang tegakkan keadilan.
Jika laku "maling" dengan transfer pricing berpengaruh warga diem sebab kecerdasan hati mereka tinggi. Mungkin anggapan penduduk biarlah bila negara diam, masih ada alam akhirat, namun Al Quran dihina, memang himbauan akidah aku sti membelanya.
Karenanya konglomerat sekarang sudah tambun diagungkan negara tidak sepatutnya, pun tidak sepantasnya ngelunjak berlebih-lebih. Sebagai misal kecil Jika Indikasi pembeli untuk kantor Kapolri dan Kapolda adalah Sinarmas, maksudnya memperbaik? Radikal nyata kah beragama Islam?
Iwan Piliang itu mantan tim berhasil Jokowi-JK. Beliaulah yang menemani Jokowi umrah menjelang hari pencoblosan pada pilpres 2014.
Dulu di akhir 80-an sebagai jurnalis, saya baru kenal dengan Dirut bank-bank pemerintah. Bahkan ketika ITU sejumlah kali beri PANDUAN Diskusi Terbatas Perbankan, era Belum Terdapat Istilah Pengamat, diksi Pakar Belum mewabah. Era di mana Omar Abdalla, BBD, Kukuh Basuki, BNI, Widarsa Dipradja, BDN, Kamardi Arif, BRI, sangat dicari, dilobby.
Berkawan dengan mereka, siang sumber. Berteman bukan guna meminta. Tapi suka dimudahkan mengutip penjelasan untuk ditulis.
Berbeda dengan pengusaha. Dekat dengan direksi bank, untuk kredit pendapatan tambun. Saya paham bagaimana Eka Tjipta Wijaya, menemukan kredit besar dari BRI. Publik pun lantas tahu kalender tak teror Dirut BRI, Kamardi menjadi komisaris di perusahaan grup Sinar Mas, wakil di antara contoh. Lakon demikian nyaris dijalani Seluruh konglomerat Papan differences Indonesia.
Juga modal mula pendirian bank swasta mereka berpengaruh juga dari duit pinjaman bank pemerintah. Ingat kepandaian Pakto, tahun 1988. Swasta memberi kenyamanan untuk founderan bank. Perjalanan ini lantas terjadilah praktek batasan Capital Eduquacy Ratio, Batas Maksimum Pemberian Kredit. Proses pelanggaran dan ranah abu-abu dalam bisnis tersebut terus berkembang sampai era KLBI, BLBI, era bahkan BPPN, jaman panen melakukan pembelian aset BPPN dengan pola cesie, 20% dari nilai riil, melewati anak usaha di negara bebas pajak, perusahaan Blossom Limited, dari British Virgin Island, terbatas mendengar nama. Pemilik perusahaan mereka sudah dikonglomeratkan bank pemerintah, negara, Indonesia.
Di hadapan semua pemain Sesko TNI di Bandung, 17 November 2015 perih-hal ini - - sengaja saya tambah h-nya - - konglomerasi di Indonesia yang sudah pernah saya paparkan. Produk TVRI jadi TV publik, kemasan Undang-Undang. Simak saja mana saja TV negara yang nasibnya seterperkosa TVRI, lihat saja pesta tarian TV Swasta. Setelah bisa Bisnis TV, dari lingkaran iklan mereka merambah partai politik.
Beruntung dunia perbankan pemerintah, nasibnya tak sejelek TVRI. Akan tetapi bank swasta kepunyaan konglo sudah membangun keyakinan terutama di lingkup pengusaha keturunan untuk dikhususkan dipilih. Dalam sikonikian semua konglomerat tambun merambah memiliki lalu ganti erat partai politik.
Tommy Winata saja mendapat hak veto di Nasdem. Surya Paloh pasti akui dia melulu pendana ke empat. Penghasilan kena pajak TW, Terdapat Jan Darmadi, DAPAT Dilihat kemudian diusung Jadi ANGGOTA Penasehat Presiden, kemudian ADA pendana Franky, Sekarang bendahara. Sjamsul Nursalim yang domisili di Singapura, diperkirakan pemgemplang BLBI lewat bank BDNI-nya, dapatkan tangan ke ketuaan partai baru. Sebutlah konglomerat lain, ketika Pun mereka tidak terang-terangan. Punya pesta, publik paham bagaimana tangan mereka ke penguasa.
Bukan rahasia grup Sinarmas, Lippo, berandil memenangkan Jokowi-Ahok. Melalui indikasi sokongan uang guna kampanye. Semua itu harus ditunaikan dengan kebijakan.
Kebijakan kereta cepat Jakarta- Bandung, telah lama saya katakan guna keinginan pengembang. Baru saja dua hari kemudian James Riady, mendeklarasikan kota baru Meikarta, terkoneksi dengan jalur kereta cepat.
Ketika Pilkada DKI Jakarta, ada janji mengurungkan reklamasi pantai tak utara Jakarta, saya pesimis. Indonesia kepunyaan konglomerat kini. Pikirkanlah apa yang terjadi dengan gampang Rizal Ramli dari kabinet, tengoklah kekehnya pembelaan pusat dominasi kepada Basuki Tjahanja Purnama.
Semua bisnis sah saja adanya. TIDAK Terdapat Seorang also di Indonesia TIDAK mengizinkan orangutan pagar kaya.
Saya sebagai penduduk misalnya melulu mengkritisi masalah penggelapan pajak tambun masing-masing tahun lewat harga transfer pola. Setahun 2005 saja terindikasi telah Rp 1.300 triliun. Tahun 2015 telah di atas Rp 2.200 triliun berlalu. Jika Pengadilan Pajak benar, kerja dapat membuktikan 30% maka Indonesia tak butuh berhutang APBN-nya.
Majalah Tempo pernah mengungkap penggelapan pajak, transfer pricing PT ASIAN agri, terbukti di Pengadilan. Kasus diakhiri, menguap. Bandingkan dengan Australia, pada 2005 dapat saya nuntut laku transfer pricing Toyota US $ 1 miliar. Sementara guna tahun sama perusahaan terindikasi kunci harga transfer di Pengadilan Pajak, Toyota Motor Manufactur Indonesia, belum jelas kesudahannya. Sekadar satu contoh.
Indikasi penggelapan pajak tambun Pola transfer pricing setiap tahun dari sektor tambang, ekspor CPO paling dominan. Polanya simpel, harga jual di pasar tidak jadi pajak. Tapi laporan pajak dari pembukuan pembeli dari pajak negara surga. Misalnya harga nyata jual 50 dolar per ton, pajak pertama 25 dolar per ton. Metha Dharmaputra, wartawan Tempo menambah liputisasi Asian Agri, di rapat perencanaan tahunan tertera dokumen transfer pricing tidak dari rencana pendapatan.
Grup Sinarmas besar di tambang batu bara dan ekspor CPO otomatis laku sejenis telah lama saya menemukan terjadi di grup mereka. Akan tetapi ulang rejim berganti bukan penggelapan pajak tambun diberesi malah berganti ke tax amnesty.
Maka secara ajaib saya katakan tax amnesty sebagai saya rakyat dihisap darah sampai dikikir tulang, ditimpuk kepala menggunakan batu, diisap bocor ditetesi cuka. Itu rasa tax amnesty untuk saya. Ketika Terdapat berita Grup Sinarmas, diperkirakan pembeli Utama karangan bunga Yang distributes di Jakarta, Saya bertanya Penyanyi episode lagipula Yang berkeinginan dimainkan konglomerat di negeri Suami?
Bukan rahasia tangan konglomerat ke mana-mana. Beralihnya empati penduduk ke Ridwan Kamil, Bandung, bukan korban jerat konglomerat. Pembangunan di Bandung, tidak sedikit juga didukung CSR pemgembang dari grup Lippo, misalnya. Dan sekarang Nasdem menyokong RK.
Berpilin berkelindannya konglomerat ke media, ke partai politik, hari ini beri framing radikal orang, menurut keterangan dari saya nyata.
Mengapa contohnya sikap Polri seakan berlawanan dengan warga? KARENA Pimpinan mereka di differences, mengkhususkan konglomerat kepentingan, sejumlah pemilik, terindikasi tak Nyaman, politik terjerembab pasrah Ke sikon oligarki duit mulus membaja.
Mencegah kebuntuankannya sejatinya telah kami lakukan saat mendukung Jokowi 2012, 2014. Eh ternyata kebekuan tersebut kian mengeras, lebih membaja, sampai-sampai ranah keadilan dialami pahit oleh muslim khususnya, sebab cap, label radikal, bahkan teroris . Satu orang saja hanya sekarang tegakkan keadilan.
Jika laku "maling" dengan transfer pricing berpengaruh warga diem sebab kecerdasan hati mereka tinggi. Mungkin anggapan penduduk biarlah bila negara diam, masih ada alam akhirat, namun Al Quran dihina, memang himbauan akidah aku sti membelanya.
Karenanya konglomerat sekarang sudah tambun diagungkan negara tidak sepatutnya, pun tidak sepantasnya ngelunjak berlebih-lebih. Sebagai misal kecil Jika Indikasi pembeli untuk kantor Kapolri dan Kapolda adalah Sinarmas, maksudnya memperbaik? Radikal nyata kah beragama Islam?
Iwan Piliang itu mantan tim berhasil Jokowi-JK. Beliaulah yang menemani Jokowi umrah menjelang hari pencoblosan pada pilpres 2014.
Comments
Post a Comment