Ada Calon Tunggal Yang Kalah Dari Kotak Kosong Di Pilkada
Ada Calon Tunggal Yang Kalah Dari Kotak Kosong Di Pilkada
Gelaran Pilkada serentak yang dilangsungkan hari ini rabu, (27/6) memberikan tidak sedikit kejutan untuk masyarakat pemilih dan semua kandidat. Salah satu hasil Pilkada yang mengejutkan terjadi di Pilkada Makasar.
Makasar adalahsalah satu wilayah yang mengemban Pilkada dengan Calon Tunggal yakni pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu). Sehingga otomatis pasangan ini berhadapan dengan kotak kosong di Pilkada.
Namun yang mengejutkan hasil perolehan sedangkan menurut hitung cepat (quick count) Lingkaran Survei Indonesia (LSI) seperti dikutip kompas.com (27/06/18) menunjukan pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi kalah dari kotak kosong.
Sumber Gambar : http://cdn2.tstatic.net/makassar
Penegasan yang senada juga dikatakan oleh Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto), bahwa berdsarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei diketahui pemenang Pilkada Kota Makasar ialah “kotak kosong”.
Lebih lanjut Deny meyakinkan bahwa pasangan Appi-Cicu pun kalah dari “kotak kosong” menurut hasil real qount dari hasil yang telah masuk dari semua TPS di kota Makasar.
“Real count saya lakukan sebab semua TPS telah ada hasilnya. Semua TPS telah ada hasil perhitungan suaranya. Baik real count yang saya kerjakan dan quick count yang dilakukan sejumlah lembaga survei sama melafalkan bahwa kotak kosong unggul dengan angka 53 persen dan 46 persen guna calon tunggal,” kata Danny.
Kemenangan “kota kosong” di Pilkada Makasar pasti saja mengejutkan, dapat jadi ini ialah sejarah baru dalam Pilkada guna ukuran kota besar laksana Makasar. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa partai politik tidak dapat menyediakan pilihan-pilihan yang cocok dengan asa masyarakat.
Munculnya gejala calon tunggal dalam pilkada pun menjadi bukti mahalnya biaya politik demokrasi di Indonesia. Akibatnya tidak sedikit figur-figur potensial yang mempunyai kualitas dan kapabilitas tidak dapat ikut berkompetisi.
Namun, di sisi beda kemenangan kotak kosong di Pilkada Makasar pun harus diapresiasi sebagai bukti keberhasilan edukasi politik. Masyarakat pemilih telah mulai cerdas, dengan tidak memilih pasangan calon yang tidak diinginkan.
Partai dan semua stakeholders politik seharusnya mulai mengerjakan koreksi terhadap sistem rekruitmen serta ongkos politik demokrasi di Indonesia. Mengingat agak menyedihkan andai ada pasangan calon yang kalah dari kotak kosong.
Bagaimana menurut keterangan dari para kawan UCers? Mari Berdiskusi!
Gelaran Pilkada serentak yang dilangsungkan hari ini rabu, (27/6) memberikan tidak sedikit kejutan untuk masyarakat pemilih dan semua kandidat. Salah satu hasil Pilkada yang mengejutkan terjadi di Pilkada Makasar.
Makasar adalahsalah satu wilayah yang mengemban Pilkada dengan Calon Tunggal yakni pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu). Sehingga otomatis pasangan ini berhadapan dengan kotak kosong di Pilkada.
Namun yang mengejutkan hasil perolehan sedangkan menurut hitung cepat (quick count) Lingkaran Survei Indonesia (LSI) seperti dikutip kompas.com (27/06/18) menunjukan pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi kalah dari kotak kosong.
Sumber Gambar : http://cdn2.tstatic.net/makassar
Penegasan yang senada juga dikatakan oleh Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto), bahwa berdsarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei diketahui pemenang Pilkada Kota Makasar ialah “kotak kosong”.
Lebih lanjut Deny meyakinkan bahwa pasangan Appi-Cicu pun kalah dari “kotak kosong” menurut hasil real qount dari hasil yang telah masuk dari semua TPS di kota Makasar.
“Real count saya lakukan sebab semua TPS telah ada hasilnya. Semua TPS telah ada hasil perhitungan suaranya. Baik real count yang saya kerjakan dan quick count yang dilakukan sejumlah lembaga survei sama melafalkan bahwa kotak kosong unggul dengan angka 53 persen dan 46 persen guna calon tunggal,” kata Danny.
Kemenangan “kota kosong” di Pilkada Makasar pasti saja mengejutkan, dapat jadi ini ialah sejarah baru dalam Pilkada guna ukuran kota besar laksana Makasar. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa partai politik tidak dapat menyediakan pilihan-pilihan yang cocok dengan asa masyarakat.
Munculnya gejala calon tunggal dalam pilkada pun menjadi bukti mahalnya biaya politik demokrasi di Indonesia. Akibatnya tidak sedikit figur-figur potensial yang mempunyai kualitas dan kapabilitas tidak dapat ikut berkompetisi.
Namun, di sisi beda kemenangan kotak kosong di Pilkada Makasar pun harus diapresiasi sebagai bukti keberhasilan edukasi politik. Masyarakat pemilih telah mulai cerdas, dengan tidak memilih pasangan calon yang tidak diinginkan.
Partai dan semua stakeholders politik seharusnya mulai mengerjakan koreksi terhadap sistem rekruitmen serta ongkos politik demokrasi di Indonesia. Mengingat agak menyedihkan andai ada pasangan calon yang kalah dari kotak kosong.
Bagaimana menurut keterangan dari para kawan UCers? Mari Berdiskusi!
Comments
Post a Comment